YOGYAKARTA – Lebih dekat dengan milenial, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarta Magelang (Polbangtan YOMA) menggelar Temuwicara Petani Milenial wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Selasa (28/02).
Kegiatan dihadiri oleh sekitar 40 petani milenial dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunung Kidul, dan Kabupaten Bantul serta ratusan mahasiswa Polbangtan YOMA.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mendorong petani milenial untuk tetap kreatif dan inovatif dalam menghadapi tantangan global yang mengancam ketahanan pangan nasional. Syahrul berharap, anak muda mampu menggagas ide besar dalam meciptakan peluang baru di masa yang akan datang.
“Petani milenial itu harus kreatif dan aktif, jangan mau kalah sama petani kolonial. Yang namanya petani milenial itu punya pergaulan dan bergaulan dengan orang-orang baik. Yang saya senang dari petani milenial itu tidak mau kalah. Inilah saatnya kita Gas Pol,” ujar Syahrul.
Temuwicara menghadirkan narasumber antara lain Dedi Nursyamsi selaku Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Gatot Supangkat selaku Ketua Perasatuan Agronomi Indonesia (PERAGI) KOMDA DIY serta Rayndra Syahdan Mahmudin sosok Petani Milenial binaan Kementerian Pertanian yang sukses menggeluti bisnis peternakan.
Pada sesi pertama, Dedi Nursyamsi memaparkan pentingnya berjejaring antar petani milenial. Pasalnya jejaring bukan hanya memperluas skala usaha namun juga memperluas ilmu.
“Temuwicara ini selain sebagai wadah untuk menambah ilmu juga sebagai fasilitasi bagi Petani Milenial untuk membangun jejaring. Sehingga jika ada teknologi baru atau inovasi yang menguntungkan maka dapat diadopsi dengan cepat,” ujar Dedi.
Dedi pun menegaskan untuk mendukung regenerasi petani di Indonesia, perlu di lakukan resonansi melalui kiprah petani millenial.
Rayndra pun berkesempatan berbagi pengalamannya selama ini menggeluti dunia pertanian sebagai agripreneur muda. Rayndra mengatakan bahwa milenial memiliki karakteristik yang unik dan berbeda dari generasi sebelumnya, sehingga punya pola dan pendekatan yang berbeda dalam mebangun bisnis.
“Bisnis model milenial itu mengedapankan efisiensi dan digitalisasi, seperti apa yang sudah dipaparkan Prof Dedi sebelumnya. Milenial selalu berpikir bagaiman menjalankan bisnis seefektif dan seefisiensi mungkin, dengan modal yang tidak terlalu besar namun efektif menghasilkan keuntungan yang sebenar-benarnya. Oleh karena itu digitalisasi menjadi salah satu kuncinya,” papar Rayndra.
Rayndra menambahkan, sifat milenial yang sangat adaptif, inovatif, dan akseleratif juga tercermin dalam menjalankan usahanya. Milenial cenderung berani mengambil resiko sehingga dapat menjaring peluang besar.
Poin selanjutnya yang disoroti Rayndra adalah bagaimana Petani Milenial cenderung membangun klaster bisnis sehingga ekosistem bisnisnya lebih stabil.
“Berjejaring menjadi pola petani milenial mengembangkan bisnisnya, baik berjejaring dengan sesama petani, dengan pemerintah, maupun dengan off taker,” papar Rayndra.
Penelis ketiga yang berkesempatan memaparkan materi yaitu Gatot Supangkat yang hadir dari kalangan akademisi sekaligus praktisi di bidang agronomi. Dalam paparannya Ia lebih menekankan pemanfaatan teknologi dan keilmuan.
“Milenial yang mempunyai sifat adaptif terhadap teknologi ini menjadi peluang besar juga untuk mengembangkan penelitian bidang pertanian” jelas Gatot.
“Milenial cenderung mau mengambil resiko tinggi, hal ini juga mendukung para teknokrat untuk menguji coba teknologi terkini seperti smartfarming yang arahnya juga mengedepankan efektivitas dan efisiensi. Sesuai dengan kecenderungan petani mil…